Pengertian
Etika
Menurut bahasa Yunani Kuno, etika
berasal dari kata ethikos yang berarti “timbul dari kebiasaan”. Etika adalah
cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi
mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan
konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Etika terbagi menjadi tiga bagian
utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai
etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika)
Pengertian Auditing
Auditing adalah suatu proses dengan
apa seseorang yang mampu dan independent dapat menghimpun dan mengevaluasi
bukti-bukti dari keterangan yang terukur dari suatu kesatuan ekonomi dengan
tujuan untuk mempertimbangkan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari keterangan
yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Pengertian Etika Auditing
Etika dalam auditing adalah suatu
prinsip untuk melakukan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti
tentang informasi yang dapaat diukur mengenai suatu entitas ekonomi untuk
menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan
kriteria-kriteria yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen.
Kepercayaan
Publik
Profesi akuntan memegang peranan
yang penting dimasyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri
dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia
bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung pada objektifitas dan integritas
akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
Ketergantungan ini menimbulkan tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan
publik. Kepentingan Publik merupakan kepentingan masyarkat dan institusi yang
dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan
tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan
ekonomi masyarakat dan negara.
Kepercayaan masyarakat umum sebagai
pengguna jasa audit atas independen sangat penting bagi perkembangan profesi
akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa
independensi auditor ternyata berkurang,
bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa menurun disebabkan oleh
keadaan mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi
sikap independensi tersebut. Untuk menjadi independen, auditor harus
secara intelektual jujur, bebas dari setiap
kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan
dengan kliennya baik merupakan manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan.
Kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh auditor dalam
penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk
menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka
bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan
mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan
obyektivitas mereka.
Tanggung
Jawab Auditor Kepada Publik
Profesi akuntan di dalam masyarakat
memiliki peranan yang sangat penting dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis
secara tertib dengan menilai kewajaran dari laporan keuangan yang disajikan
oleh perusahaan. Ketergantungan antara akuntan dengan publik menimbulkan
tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik.
Dalam kode etik diungkapkan, akuntan
tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang membayarnya saja, akan
tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap publik. Kepentingan publik
didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani secara
keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung jawabnya
dengan integritas, obyektifitas, keseksamaan profesionalisme, dan kepentingan
untuk melayani publik. Para akuntan diharapkan memberikan jasa yang
berkualitas, mengenakan jasa imbalan yang pantas, serta menawarkan berbagai
jasa dengan tingkat profesionalisme yang tinggi. Atas kepercayaan publik yang
diberikan inilah seorang akuntan harus secara terus-menerus menunjukkan
dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Justice Buger mengungkapkan
bahwa akuntan publik yang independen dalam memberikan laporan penilaian
mengenai laporan keuangan perusahaan memandang bahwa tanggung jawab kepada
publik itu melampaui hubungan antara auditor dengan kliennya. Akuntan publik
yang independen memiliki fungsi yang berbeda, tidak hanya patuh terhadap para
kreditur dan pemegang saham saja, akan tetapi berfungsi sebagai ”a
public watchdog function”. Dalam menjalankan fungsi tersebut seorang
akuntan harus mempertahankan independensinya secara keseluruhan di setiap waktu
dan memenuhi kesetiaan terhadap kepentingan publik. Hal ini membuat konflik
kepentingan antara klien dan publik mengenai konfil loyalitas auditor.
Hal serupa juga diungkapan
oleh Baker dan Hayes, bahwa seorang
akuntan publik diharapkan memberikan pelayanan yang profesional dengan cara
yang berbeda untuk mendapatkan keuntungan dari contractual arragment antara
akuntan publik dan klien.
Ketika auditor menerima penugasan
audit terhadap sebuah perusahaan, hal ini membuat konsequensi terhadap auditor
untuk bertanggung jawab kepada publik. Penugasan untuk melaporkan kepada publik
mengenai kewajaran dalam gambaran laporan keuangan dan pengoperasian perusahaan
untuk waktu tertentu memberikan ”fiduciary responsibility” kepada
auditor untuk melindungi kepentingan publik dan sikap independen dari klien
yang digunakan sebagai dasar dalam menjaga kepercayaan dari publik.
Tanggung
Jawab Dasar Auditor
The Auditing Practice Committee,
yang merupakan cikal bakal dari Auditing
Practices Board, ditahun 1980, memberikan ringkasan mengenai tanggung
jawab auditor, yaitu :
1.
Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu
merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
2.
Sistem Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti
sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai
dasar penyusunan laporan keuangan.
3.
Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit
yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
4.
Pengendalian Intern. Bila auditor berharap untuk
menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan
mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
5.
Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor
melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam
hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang
didapat, dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan
keuangan.
Independensi
Audit
Pengertian Independensi Akuntan
Publik
Independensi berarti sikap mental
yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh orang lain, tidak tergantung
pada orang lain. Independensi dapat juga diartikan adanya kejujuran dalam diri
auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif
tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
Dalam melaksanakan proses audit,
akuntan publik memperoleh kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan
keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan
disajikan oleh klien. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, auditor harus bersikap independen
terhadap kepentingan klien, para pemakai laporan keuangan, maupun terhadap
kepentingan akuntan publik itu sendiri.
Penilaian masyarakat atas
independensi auditor independen bukan pada diri auditor secara keseluruhan.
Oleh karena itu, apabila seorang auditor independen atau suatu Kantor Akuntan
Publik lalai atau gagal mempertahankan sikap independensinya, maka kemungkinan
besar anggapan masyarakat bahwa semua akuntan publik tidak independen.
Kecurigaan tersebut dapat berakibat berkurang atau hilangnya kredibilitas
masyarakat terhadap jasa audit profesi auditor independen.
Supriyono
(1988) membuat kesimpulan mengenai pentingnya independensi akuntan publik
sebagai berikut :
1) Independensi
merupakan syarat yang sangat penting bagi profesi akuntan publik untuk memulai
kewajaran informasi yang disajikan oleh manajemen kepada pemakai informasi.
2) Independensi
diperlukan oleh akuntan publik untuk memperoleh kepercayaan dari klien dan
masyarakaat, khususnya para pemakai laporan keuangan.
3) Independensi
diperoleh agar dapat menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh
manajemen.
4) Jika
akuntan publik tidak independen maka pendapat yang dia berikan tidak mempunyai
arti atau tidak mempunyai nilai.
5) Independensi
merupakan martabat penting akuntan publik yang secara berkesinambungan perlu
dipertahankan.
Oleh karena itu, dalam menjalankan
tugas auditnya, seorang auditor tidak hanya dituntut untuk memiliki keahlian
saja, tetapi juga dituntut untuk bersikap independen. Walaupun seorang auditor
mempunyai keahlian tinggi, tetapi dia tidak independen, maka pengguna laporan
keuangan tidak yakin bahwa informasi yang disajikan itu kredibel.
Independensi secara esensial
merupakan sikap pikiran seseorang yang dicirikan oleh pendekatan integritas dan
obyektivitas tugas profesionalnya. Hal ini senada dengan America
Institute of Certified Public Accountant (AICPA) yang menyatakan bahwa
independensi adalah suatu kemampuan untuk bertindak berdasarkan integritas dan
objektivitas. Meskipun integritas dan objektivitas tidak dapat diukur dengan
pasti, tetapi keduanya merupakan hal yang mendasar bagi profesi akuntan publik.
Integritas merupakan prinsip moral yang tidak memihak, jujur, memandang dan
mengemukakan fakta seperti apa adanya.
Di lain pihak, objektivitas
merupakan sikap tidak memihak dalam mempertimbangkan fakta, kepentingan pribadi
tidak terdapat dalam fakta yang dihadapi. Selain itu AICPA juga memberikan
prinsip-prinsip berikut sebagai panduan yang berkaitan dengan independensi,
yaitu sebagai berikut.
1) Auditor
dan perusahaan tidak boleh tergantung dalam hal keuangan terhadap klien.
2) Auditor
dan perusahaan seharusnya tidak terlibat dalam konflik kepentingan yang akan
mengangggu obyektivitas mereka berkenaan dengan cara-cara yang mempengaruhi
laporan keuangan.
3) Auditor
dan perusahaan seharusnya tidak memiliki hubungan dengan klien yang akan
menganggu obyektivitasnya auditor.
Dalam aturan Etika Kompartemen
Akuntan Publik disebutkan bahwa dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus
selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa
profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang
ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen
dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance).
Carey
dalam Mautz mendefinisikan independensi akuntan publik dari segi integritas
dan hubungannya dengan pendapat akuntan atas laporan keuangan.Independensi
meliput i:
1. Kepercayaan
terhadap diri sendiri yang terdapat pada beberapa orang profesional. Hal ini
merupakan bagian integritas profesional.
2. Merupakan
istilah penting yang mempunyai arti khusus dalam hubungannya dengan pendapat
akuntan publik atas laporan keuangan. Independensi berarti sikap mental yang
bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada
orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam
mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak
dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
Independensi akuntan publik
merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat pada profesi akuntan publik dan
merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menilai mutu jasa
audit. Independensi akuntan publik mencakup dua aspek, yaitu :
1. Independensi
sikap mental
Independensi sikap mental berarti
adanya kejujuran di dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta-fakta dan
adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak di dalam diri akuntan dalam
menyatakan pendapatnya.
2. Independensi
penampilan.
Independensi penampilan berarti
adanya kesan masyarakat bahwa akuntan publik bertindak independen sehingga
akuntan publik harus menghindari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan
masyarakat meragukan kebebasannya. Independensi penampilan berhubungan dengan
persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan publik.
3. Independensi
praktisi (practitioner independence)
Selain independensi sikap mental dan
independensi penampilan, Mautz mengemukakan bahwa independensi akuntan publik
juga meliputi independensi praktisi (practitioner independence) dan
independensi profesi (profession independence). Independensi
praktisi berhubungan dengan kemampuan praktisi secara individual untuk
mempertahankan sikap yang wajar atau tidak memihak dalam perencanaan program,
pelaksanaan pekerjaan verifikasi, dan penyusunan laporan hasil pemeriksaan.
Independensi ini mencakup tiga dimensi, yaitu independensi penyusunan progran,
independensi investigatif, dan independensi pelaporan.
4. Independensi
profesi (profession independence)
Independensi profesi berhubungan
dengan kesan masyarakat terhadap profesi akuntan publik.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Independensi Auditor
Tidak dapat dipungkiri bahwa klien
berusaha agar laporan keuangan yang dibuat oleh klien mendapatkan opini yang
baik oleh auditor. Banyak cara dilakukan agar auditor tidak menemukan kesalahan
dalam penyusunan laporan keuangan bahkan yang lebih parah lagi adalah
kecurangan-kecurangan yang dilakukan tidak dapat dideteksi oleh auditor.
Independensi akuntan publik dapat
terpengaruh jika akuntan publik mempunyai kepentingan keuangan atau mempunyai
hubungan usaha dengan klien yang diaudit. Menurut Lanvin (1976) dan Supriyono (1988) independensi auditor dipengaruhi
oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1. Ikatan
keuangan dan usaha dengan klien
2. Jasa-jasa
lain selain jasa audit yang diberikan klien
3. Lamanya
hubungan kantor akuntan publik dengan klien
Sedangkan menurut Shockley (1981) dan Supriyono (1988)
independensi akuntan publik dipengaruhi oleh faktor :
1. Persaingan
antar akuntan publik
2. Pemberian
jasa konsultasi manajemen kepada klien
3. Ukuran
KAP
4. Lamanya
hubungan antara KAP dengan klien
Dari faktor–faktor yang mempengaruhi
independensi tersebut di atas bahwa independensi dapat dipengaruhi oleh ikatan keuangan
dan usaha dengan klien, jasa-jasa lain yang diberikan auditor selain audit,
persaingan antar KAP dan ukuran KAP. Seluruh faktor yang mempengaruhi
independensi akuntan publik tersebut adalah ditinjau dari independensi dalam
penampilan.
Integritas dan Objektivitas
Kode
etik Akuntan Indonesia pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa “Setiap anggota
harus mempertahankan integritas dan objektifitas dalam melaksanakan tugasnya”.
Secara lebih khusus untuk profesi akuntan publik, Kode Etik Akuntan Indonesia
pasal 6 ayat 1 menyebutkan bahwa seorang akuntan publik harus mempertahankan
sikap independen. Ia harus bebas dari semua kepentingan yang bisa dipandang
tidak sesuai dengan integritas maupun objektivitasnya, tanpa tergantung efek
sebenarnya dari kepentingan itu.
Selanjutnya dinyatakan dalam
Peraturan No. 1 bahwa setiap anggota harus mempertahankan integritas dan
objektivitas dalam melakukan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas ia akan
bertindak jujur, tegas, tanpa pretensi. Dengan mempertahankan objektivitas ia
akan bertindak adil, tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu
atau kepentingan pribadi.
Objektivitas berarti tidak memihak
dalam melaksanakan semua jasa. Sebagai contoh, asumsikan seorang auditor yakin
bahwa piutang usaha mungkin tak tertagih, tetapi kemudian menerima pendapat
manajemen tanpa mengevaluasi kolektibilitas secara independen. Auditor telah
mendelegasikan pertimbangannya dan karenanya kehilangan objektivitas.
Misalkan seorang akuntan publik
sedang menyiapkan SPT untuk sebuah klien, dan sebagai penasehat klien,
menganjurkan klien itu untuk mengadakan pengurangan pada SPT nya yang
menurutnya sah, dengan sejumlah pendukung tetapi tidak lengkap. Ini bukan
merupakan pelanggaran baik atas objektivitas ataupun integritas karena dapat
diterima seorang akuntan publik menjadi penasehat klien untuk perpajakan dan
jasa manajemen. Jika akuntan publik ini menganjurkan klien untuk mengadakan
pengurangan tanpa pendukung sama sekali, tetapi hanya karena sedikit
kemungkinannya akan diketahui oleh kantor inspeksi pajak, maka berarti telah
terjadi pelanggaran. Pelanggaran itu adalah salah pernyataan atas fakta
sehingga integritas akuntan publik itu ternoda.
Bebas dari pertentangan kepentingan
berarti tidak adanya hubungan yang dapat mengganggu objektivitas dan
integritas. Misalnya, tidak layak bagi auditor, yang juga seorang pengacara,
untuk membela klien dalam perkara pengadilan. Pengacara adalah pembela klien,
sedangkan auditor harus bersikap tidak memihak.
Di Amerika Serikat terdapat aturan-aturan
perilaku bagi anggota AICPA (American Institute of Certified Public
Accountants) yang berkaitan dengan standar teknis, yaitu Peraturan 201 sampai
dengan 203.
a. Peraturan 201- Standar Umum
Setiap anggota harus menaati
standar-standar berikut dan setiap interpretasinya yang dibuat oleh
lembaga-lembaga yang ditunjuk oleh Dewan.
A. Kompetensi profesional. Hanya melaksanakan
jasa-jasa profesional yang dirasa mampu diselesaikan oleh pegawai atau kantor
akuntan publiknya dengan kompetensi profesional.
B. Kemahiran profesional. Mempergunakan
kemahiran profesi dengan seksama dalam melaksanakan jasa profesional.
C. Perencanaan dan pengawasan. Merencanakan
dengan cermat dan mengawasi pelaksanaan jasa profesional.
D. Data
relevan yang mencukupi. Mendapatkan data relevan yang mencukupi guna
mendapatkan dasar yang layak untuk membuat kesimpulan atau memberi rekomendasi
dalam kaitan dengan jasa profesional yang dilakukan.
b. Peraturan 202 – Ketaatan pada Standar
Seorang
anggota yang melaksanakan audit, review, kompilasi, bantuan manajemen,
perpajakan atau jasa profesional lainnya harus taat pada standar yang
dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang ditetapkan oleh Dewan.
c. Peraturan
203 – Prinsip Akuntansi
Seorang anggota tidak dibenarkan (1) menyatakan pendapat
atau menyetujui bahwa laporan keuangan dan data keuangan lain dari satuan usaha
yang diauditnya disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
atau (2) menyatakan bahwa dia tidak mengetahui setiap modifikasi yang material
yang telah dilakukan pada setiap laporan dan data dalam rangka memenuhi
prinsip-prinsip akuntan yang berlaku umum, jika laporan atau data demikian
menyimpang dari prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh badan perumus yang
ditunjuk oleh Dewan untuk menyusun prinsip yang mempunnyai dampak material
terhadap keseluruhan laporan atau data. Akan tetapi, jika dia mampu menunjukkan
bahwa dalam keadaan tersebut terdapat penyimpangan atas isi laporan atau data,
yang dapat menyebabkan laporan keuangan tersebut dapat menyesatkan, dia harus
menjelaskan di dalam laporannya mengenai penyimpangan tersebut, akibat yang
akan menyertainya, dan sepanjang dianggap praktis, dan alasan-alasan mengapa
terjadinya pernyataan yang menyesatkan jika tetap berpegang pada prinsip yang
berlaku.
Di Indonesia terdapat aturan
mengenai Kecakapan Profesional, pasal 2 dan Pasal 3 yang berbunyi sebagai
berikut:
(1)
(a) Seorang anggota harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar teknis
dan profesional yang relevan.
(b)
Jika seorang anggota memeprkerjakan staf dan ahli lainnya untuk pelaksanaan
tugas profesionalnya, ia harus menjelaskan kepada mereka, keterikatan akuntan
pada kode etik, dan ia tetap bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut secara
keseluruhan. Ia juga berkewajiban untuk bertindak sesuai dengan kode etik, jika
ia memilih ahli lain untuk memberi saran atau bila merekomendasikan ahli alin
itu kepada kliennya.
(2) Setiap
anggota harus meningkatkan kecakapan profesionalnya, agar mampu memberikan
manfaat optimum dalam pelaksanaan tugasnya.
(3) Setiap
anggota harus menolak setiap penugasan yang tidak akan dapat diselesaikannya
Dalam Pernyataan Etika Profesi No. 2
tentang Kecakapan Etika Profesional dinyatakan:
“Anggota harus memperhatikan
standars teknik profesi dan etika berupaya terus untuk meningkatkan kemampuan,
kualitas pelayanan dan pelaksanaan tanggung jawab profesional untuk mendapatkan
kemampuan anggota yang baik.”
1. Kecakapan (due
care) mengharapkan anggota melaksanakan tanggung jawab profesional
dengan kecakapan dan ketekunan. Hal ini memperlihatkan suatu kewajiban dalam
pengadaan dan pelayanan yang profesional untuk mendapatkan kemampuan anggota
yang memperhatikan kepentingan utama dari setiap pelayanan/jasa yang diadakan
dan kosisten dengan tanggung jawab profesi bagi masyarakat.
2. Kemampuan
atau kompetisi didapatkan dari perpaduan pendidikan dan pengalaman. Dimulai
dengan penguasaan pendidikan umum bagi penunjukkan sebagai auditor independen.
Pemeliharaan kemampuan mengharapkan suatu komitmen untuk mempelajari dan meningkatkan
kemampuan profesional. Ini merupakan tanggung jawab anggota. Dalam semua
penugasan dan tanggung jawabnya, setiap anggota harus berusaha mencapai tingkat
kemampuan yang menjamin bahwa kualitas pelayanan anggota telah sesuai dengan
tingkat profesional yang dituntut oleh standar profesi.
3. Kemampuan
adalah suatu pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pengertian dan
pengetahuan yang dapat memungkinkan anggota memberikan pelayanan dengan cakap
dan baik. Hal ini membuat suatu pembatasan terhadap kemampuan anggota. Setiap
anggota bertanggung jawab menilai kemampuan mereka, mengevaluasi apakah
pendidikan, pengalaman dan pertimabangannya cukup untuk suatu bentuk tanggung
jawab yang dimaksudkan.
4. Semua
anggota harus tekun dalam melaksanakan tanggung jawab terhadap klien, pekerjaan
dan masyarakat. Ketekunan membuat suatu pelayanan yang tepat dan teliti secara
keseluruhan dan memperhatikan standar profesi yang dapat dipakai dan etika.
5. Kecakapan
Profesional meminta anggota merencanakan dan mengawasi dengan cukup aktivitas
profesional untuk pertanggungjawaban mereka.
Pernyataan
Etika Profesi No. 3: Pengungkapan Informasi Rahasia Klien, menyatakan:
a. Yang
dimaksud dengan dikehendaki oleh standar profesi, hukum atau negara adalah kewajiban
anggota dalam mematuhi panggilan sidang atau tuntutan pengadilan. Setiap
anggota tidak boleh menghalangi atau menghindari pelaksanaan review dari
anggota lainnya yang berwenang atau ditunjuk oleh IAI dan instansi lainnya yang
mempunyai otoritas untuk itu.Setiap anggota tidak boleh menghindari atau
menghalangi penyelidikan Dewan Pertimbangan Profesi terhadap
ketuhanan-ketuhanan yang ada.
b. Anggota
Dewan Pertimbangan Profesi atau Reviewer tidak boleh memanfaatkan atau
mengungkapkan informasi klien kacuali atas tuntutan hukum atau pengadilan.
c. Anggota
yang mereview sehubungan dengan pembelian, penjualan atau merger dari seluruh
atau bagian sebuah perusahaan harus melakukan pencegahan yang diperlukan (appropiate
precautions).
Contoh: membuat Written
Confidentially Agreement (perjanjian tertulis untuk merahasiakan
informasi yang diterima).
d. Auditor
boleh mengungkapkan nama-nama pemberi tugas kepada pihak lain tanpa meminta
ijin dari pemberi tugas, kecuali bila pengungkapan nama tersebut mengungkapkan
rahasia informasi atas pemberi tugas.
Contoh: Pengungkapan
nama pemberi tugas yang sedang mengalami kesulitan keuangan.
e. Anggota
yang menjadi auditor independen tidak boleh memberikan inside
information kepada pihak lain mengenai pemberi tugas yang go
public.
f. Auditor
terdahulu harus bersedia memperlihatkan audit working papers sebelumnya kepada
auditor pengganti, berdasarkan permintaan pemberi tugas.
g. Auditor
independen dapat menggunakan jasa tenaga ahli lainnya, namun harus melakukan
pencegahan untuk menjamin tidak adanya informasi rahasia pemberi tugas
terungkap dalam menggunakan tenaga ahli lainnya tersebut.
h. Auditor
independen yang menarik diri dari penugasannya karena menemukan pelanggaran
terhadap undang-undang dan peraturan pemerintah harus memperhatikan aspek hukum
atas status dan kewajibannya bial auditor penggantinya ingin mengetahui alasan
penarikan diri auditor independen tersebut. Auditor independen tersebut juga
dapat menganjurkan pada auditor independen penggantinya untuk meminta ijin
kepada pemberi tugas untuk dapat mendiskusikan segala masalah yang ada pada
pemberi tugas secara bebas antara auditor independen sebelumnya dengan
penggantinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar